
Peran Media Digital dalam Membangun Personal Branding
Di era digital yang semakin berkembang, personal branding menjadi faktor penting dalam membangun citra diri, baik untuk kepentingan karier, bisnis, maupun pengaruh sosial. Personal branding adalah bagaimana seseorang membangun dan menampilkan identitasnya kepada publik secara konsisten, sehingga dikenal dengan karakter atau keahlian tertentu.
Media digital berperan besar dalam membantu seseorang menciptakan, mengembangkan, dan memperkuat personal branding mereka. Dengan memanfaatkan berbagai platform digital secara efektif, seseorang dapat meningkatkan kredibilitas, memperluas jaringan, dan membuka peluang baru.
1. Apa Itu Personal Branding?
Personal branding adalah proses membangun citra dan identitas yang kuat sehingga seseorang dikenal dengan keahlian, nilai, dan keunikannya. Dalam dunia yang kompetitif, memiliki personal branding yang kuat dapat memberikan keunggulan, baik dalam dunia kerja, bisnis, maupun sosial.
Beberapa manfaat dari personal branding meliputi:
- Meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan publik.
- Mempermudah jaringan profesional dan bisnis.
- Membuka peluang kerja dan proyek kolaborasi.
- Menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.
2. Peran Media Digital dalam Personal Branding
Media digital memberikan akses luas untuk membangun dan mengelola personal branding secara efektif. Berikut adalah beberapa peran utama media digital dalam membangun personal branding:
a. Media Sosial sebagai Sarana Mempromosikan Diri
Platform seperti Instagram, LinkedIn, Twitter, Facebook, dan TikTok memungkinkan seseorang untuk membagikan pemikiran, keahlian, dan pencapaiannya kepada audiens yang lebih luas. Beberapa strategi efektif untuk membangun personal branding melalui media sosial meliputi:
- Konsistensi dalam konten: Membagikan konten yang relevan dengan bidang keahlian atau minat secara rutin.
- Interaksi dengan audiens: Merespons komentar, berbagi pemikiran, dan membangun diskusi.
- Visual yang menarik: Menggunakan desain, foto, dan video berkualitas tinggi untuk menarik perhatian.
b. Website dan Blog sebagai Identitas Digital
Membangun website pribadi atau blog dapat menjadi cara efektif untuk menampilkan portofolio, pengalaman, serta pemikiran yang lebih mendalam. Website juga memberikan kesan profesional dan dapat dijadikan sebagai pusat informasi tentang diri seseorang.
Beberapa elemen penting dalam website personal branding:
- Halaman tentang diri: Menjelaskan siapa Anda, pengalaman, dan keahlian.
- Portofolio: Menampilkan hasil karya atau proyek yang pernah dikerjakan.
- Blog atau artikel: Menulis konten yang sesuai dengan bidang yang ditekuni.
c. YouTube dan Podcast sebagai Media Edukatif dan Inspiratif
Konten berbasis video dan audio seperti YouTube dan Podcast semakin populer untuk membangun personal branding. Dengan berbagi wawasan, pengalaman, atau mengulas topik tertentu, seseorang dapat meningkatkan kredibilitas dan menarik audiens yang lebih luas.
Beberapa tips dalam menggunakan YouTube dan Podcast:
- Pilih topik yang sesuai dengan keahlian dan passion.
- Gunakan format yang menarik, seperti wawancara, tutorial, atau cerita pengalaman.
- Promosikan melalui media sosial untuk meningkatkan jangkauan audiens.
3. Strategi Efektif dalam Membangun Personal Branding melalui Media Digital
Membangun personal branding yang kuat membutuhkan strategi yang tepat. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
a. Tentukan Identitas dan Nilai Diri
Menentukan niche atau bidang spesifik yang ingin ditekuni sangat penting dalam personal branding. Misalnya, seseorang dapat dikenal sebagai ahli digital marketing, motivator, desainer grafis, atau influencer di bidang kesehatan.
b. Bangun Konsistensi dalam Konten
Salah satu kunci keberhasilan dalam personal branding adalah konsistensi dalam menyajikan konten. Baik dalam gaya komunikasi, topik yang dibahas, hingga estetika visual, semuanya harus sesuai dengan identitas yang ingin dibangun.
c. Gunakan SEO untuk Meningkatkan Visibilitas
Search Engine Optimization (SEO) membantu konten lebih mudah ditemukan di mesin pencari seperti Google dan YouTube. Dengan menggunakan kata kunci yang tepat, personal branding akan semakin dikenal oleh audiens yang lebih luas.
d. Manfaatkan Kolaborasi dengan Influencer atau Profesional Lain
Berinteraksi dan berkolaborasi dengan tokoh lain yang memiliki pengaruh di industri yang sama dapat membantu meningkatkan kredibilitas dan memperluas jangkauan audiens.
e. Evaluasi dan Tingkatkan Kualitas Konten
Melakukan evaluasi secara berkala terhadap konten yang telah diposting membantu dalam memahami tren dan preferensi audiens. Feedback dari audiens juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas konten yang disajikan.
4. Tantangan dalam Membangun Personal Branding di Media Digital
Meskipun media digital memberikan banyak keuntungan, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam membangun personal branding:
- Persaingan yang ketat: Banyak orang yang ingin membangun personal branding di bidang yang sama.
- Kritik dan komentar negatif: Tidak semua orang akan setuju dengan opini atau konten yang dibagikan.
- Konsistensi dan komitmen: Memerlukan usaha dan waktu untuk terus membangun citra yang kuat.
Baca Juga :
Mengatasi tantangan ini membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan strategi yang tepat agar personal branding tetap relevan dan berkembang seiring waktu.
Kesimpulan
Media digital memiliki peran yang sangat besar dalam membangun personal branding. Dengan memanfaatkan media sosial, website, blog, video, dan podcast secara efektif, seseorang dapat memperkuat citra dirinya, meningkatkan kredibilitas, dan membuka peluang baru dalam dunia profesional maupun bisnis.
Kunci utama dalam membangun personal branding yang sukses adalah konsistensi, kreativitas, dan interaksi yang baik dengan audiens. Dengan strategi yang tepat, media digital dapat menjadi alat yang sangat powerful untuk mencapai kesuksesan dalam personal branding.
Oleh karena itu, manfaatkan media digital dengan bijak dan optimalkan setiap peluang yang ada untuk membangun citra diri yang positif dan profesional.

Tantangan Privasi Data di Era Media Sosial yang Terbuka
Di era digital yang semakin berkembang, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Dari berbagi momen pribadi hingga berinteraksi dengan komunitas global, platform seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok memungkinkan pengguna untuk terhubung dengan dunia.
Namun, di balik kemudahan dan konektivitas yang ditawarkan, muncul tantangan besar terkait privasi data. Informasi pribadi yang tersebar di internet menjadi semakin rentan terhadap penyalahgunaan, baik oleh perusahaan teknologi, peretas, maupun pihak berkepentingan lainnya.
Artikel ini akan membahas tantangan utama dalam privasi data di era media sosial yang terbuka serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk melindungi informasi pribadi.
1. Pengumpulan dan Penyalahgunaan Data oleh Platform Media Sosial
Media sosial secara aktif mengumpulkan data pengguna untuk meningkatkan pengalaman pengguna dan kepentingan komersial. Data yang dikumpulkan mencakup:
- Informasi pribadi (nama, tanggal lahir, alamat email, nomor telepon)
- Preferensi dan kebiasaan penggunaan
- Lokasi geografis
- Aktivitas online, termasuk interaksi dengan iklan dan konten
Tantangannya adalah bagaimana platform media sosial sering kali menggunakan data ini untuk menargetkan iklan, melakukan analisis perilaku pengguna, atau bahkan menjual informasi kepada pihak ketiga tanpa transparansi yang memadai.
2. Ancaman Keamanan Siber dan Kebocoran Data
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus kebocoran data besar yang melibatkan perusahaan media sosial:
- Kasus Cambridge Analytica (2018): Data jutaan pengguna Facebook digunakan tanpa izin untuk kepentingan politik.
- Peretasan Twitter (2020): Akun-akun terkenal diretas dalam upaya penipuan bitcoin.
- Kebocoran Data LinkedIn (2021): Informasi lebih dari 700 juta pengguna tersebar di forum hacker.
Ancaman ini menunjukkan bahwa tidak hanya pengguna yang perlu berhati-hati dalam berbagi informasi, tetapi juga perusahaan media sosial harus meningkatkan sistem keamanan mereka untuk mencegah serangan siber.
3. Pelacakan dan Penggunaan Data untuk Iklan Bertarget
Salah satu alasan utama perusahaan media sosial mengumpulkan data pengguna adalah untuk menampilkan iklan yang dipersonalisasi. Teknologi pelacakan seperti cookies dan pixel tracking memungkinkan platform untuk memahami kebiasaan pengguna di berbagai situs web. Tantangan yang muncul adalah:
- Pengguna sering kali tidak menyadari sejauh mana data mereka dikumpulkan.
- Sulit untuk mengontrol bagaimana data digunakan setelah dikumpulkan.
- Kurangnya transparansi dalam algoritma periklanan yang memanfaatkan data pengguna.
4. Penyalahgunaan Data oleh Pihak Ketiga
Banyak aplikasi dan layanan pihak ketiga yang terhubung dengan akun media sosial pengguna. Saat pengguna memberikan izin kepada aplikasi eksternal untuk mengakses data mereka, sering kali mereka tidak menyadari risiko yang dapat terjadi, seperti:
- Penjualan data pengguna kepada broker data.
- Penggunaan informasi untuk manipulasi opini publik.
- Eksploitasi data untuk aktivitas penipuan atau pencurian identitas.
5. Kurangnya Kesadaran Pengguna tentang Privasi Digital
Banyak pengguna masih kurang memahami pentingnya mengelola privasi online mereka. Tantangan ini disebabkan oleh:
- Kurangnya edukasi tentang pengaturan privasi di platform media sosial.
- Kebiasaan berbagi informasi pribadi tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
- Sulitnya memahami kebijakan privasi yang sering kali panjang dan kompleks.
6. Regulasi Privasi Data yang Belum Merata
Beberapa negara telah menerapkan regulasi ketat terkait privasi data, seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa dan California Consumer Privacy Act (CCPA) di Amerika Serikat.
Namun, masih banyak negara yang belum memiliki regulasi ketat mengenai perlindungan data pengguna. Hal ini menyebabkan kesenjangan dalam perlindungan privasi di tingkat global.
Cara Melindungi Privasi Data di Media Sosial
Meskipun tantangan privasi data cukup kompleks, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk melindungi informasi pribadi di media sosial:
-
Menyesuaikan Pengaturan Privasi
- Pastikan untuk mengatur akun media sosial ke mode privat jika tidak ingin informasi dapat diakses oleh publik.
- Batasi akses aplikasi pihak ketiga yang terhubung dengan akun media sosial.
-
Menghindari Berbagi Informasi Sensitif
- Jangan membagikan informasi seperti alamat rumah, nomor telepon, atau detail keuangan di media sosial.
- Waspadai social engineering, yaitu upaya penipuan yang memanfaatkan informasi pribadi untuk tujuan jahat.
-
Menggunakan Kata Sandi yang Kuat dan Autentikasi Dua Faktor (2FA)
- Gunakan kombinasi huruf, angka, dan simbol dalam kata sandi.
- Aktifkan 2FA untuk menambah lapisan keamanan saat masuk ke akun.
-
Memeriksa dan Menghapus Jejak Digital Secara Berkala
- Gunakan alat seperti Google’s My Activity untuk melihat aktivitas daring yang terekam.
- Hapus data atau postingan lama yang tidak lagi diperlukan.
-
Memahami Kebijakan Privasi dan Regulasi Data
- Bacalah kebijakan privasi sebelum menggunakan platform media sosial atau layanan digital baru.
- Pelajari regulasi terkait privasi data di negara masing-masing untuk mengetahui hak-hak pengguna.
-
Menggunakan Perangkat Lunak Keamanan
- Gunakan VPN (Virtual Private Network) untuk menyamarkan lokasi dan aktivitas daring.
- Pasang antivirus dan anti-malware untuk melindungi perangkat dari ancaman digital.
Kesimpulan
Di era media sosial yang semakin terbuka, tantangan privasi data menjadi isu yang tidak dapat diabaikan. Dari pengumpulan data yang agresif hingga ancaman peretasan, pengguna menghadapi berbagai risiko terkait keamanan informasi pribadi mereka.
Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya privasi digital dan langkah-langkah perlindungan yang tepat menjadi sangat penting.
Baca Juga :
Dengan memahami bagaimana data dikumpulkan dan digunakan, serta mengadopsi praktik keamanan yang lebih baik, pengguna dapat menjaga privasi mereka di dunia digital yang terus berkembang. Regulasi yang lebih ketat dan transparansi dari perusahaan teknologi juga dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman bagi semua.

Perubahan Pola Konsumsi Berita di Kalangan Generasi Z
Di era digital saat ini, pola konsumsi berita mengalami perubahan drastis, terutama di kalangan Generasi Z—kelompok yang lahir antara 1997 hingga 2012. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang mengandalkan koran, radio, atau televisi sebagai sumber utama berita, Generasi Z lebih banyak mengonsumsi berita melalui media sosial, platform digital, dan konten berbasis video.
Perubahan ini bukan hanya soal di mana mereka mendapatkan informasi, tetapi juga bagaimana mereka mengakses, memproses, dan membagikan berita. Artikel ini akan membahas bagaimana Generasi Z mengonsumsi berita, faktor-faktor yang memengaruhinya, serta dampak dari pola konsumsi berita yang baru ini.
Bagaimana Generasi Z Mengonsumsi Berita?
1. Media Sosial sebagai Sumber Utama Berita
Bagi Generasi Z, media sosial adalah pintu utama untuk mengakses berita. Platform seperti Instagram, TikTok, Twitter (X), dan YouTube lebih sering digunakan daripada situs berita resmi atau media tradisional.
Menurut survei dari Reuters Institute, mayoritas Generasi Z mendapatkan berita mereka dari media sosial terlebih dahulu sebelum memverifikasinya di sumber lain. Beberapa kebiasaan utama mereka dalam mengakses berita di media sosial meliputi:
- TikTok dan Instagram untuk berita berbasis video pendek.
- Twitter (X) untuk berita real-time dan trending topics.
- YouTube untuk konten berita mendalam melalui podcast atau vlog berita.
- WhatsApp dan Telegram untuk berbagi dan mendiskusikan berita dengan komunitas mereka.
2. Lebih Suka Berita dalam Format Video dan Visual
Generasi Z cenderung lebih menyukai konten visual dibandingkan teks panjang. Video pendek di TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menjadi cara populer bagi mereka untuk mendapatkan ringkasan berita dalam hitungan detik.
Hal ini terjadi karena:
- Video lebih menarik dan mudah dipahami dibandingkan teks.
- Format pendek dan to the point sesuai dengan rentang perhatian mereka yang lebih singkat.
- Interaksi lebih tinggi, karena bisa langsung berdiskusi di kolom komentar atau membagikan ulang konten.
3. Lebih Mempercayai Influencer dan Jurnalis Independen
Daripada mengandalkan media berita mainstream, banyak Generasi Z lebih percaya pada influencer, content creator, atau jurnalis independen yang mereka ikuti di media sosial.
Beberapa alasan di balik fenomena ini adalah:
- Gaya penyampaian lebih personal dan relatable dibandingkan berita formal.
- Interaksi langsung dengan audiens, memungkinkan Generasi Z untuk bertanya atau mendiskusikan berita secara langsung.
- Ketidakpercayaan terhadap media mainstream, karena dianggap bias atau tidak selalu transparan.
Contohnya, jurnalis independen yang melaporkan https://mjesticofficial.com/ langsung dari tempat kejadian melalui live streaming di Instagram atau Twitter (X) sering kali lebih dipercaya dibandingkan berita yang ditayangkan di TV.
4. Suka Berita yang Interaktif dan Dapat Didiskusikan
Generasi Z tidak hanya ingin menjadi konsumen berita, tetapi juga ingin berpartisipasi dalam diskusi. Mereka lebih cenderung membaca komentar, bergabung dalam forum diskusi, atau bahkan membuat konten mereka sendiri untuk menanggapi suatu berita.
Misalnya:
- Thread Twitter (X) sering digunakan untuk membahas suatu isu secara mendalam.
- Tantangan atau tren di TikTok sering kali muncul dari berita yang sedang viral.
- Live streaming dan podcast menjadi tempat diskusi interaktif tentang isu terkini.
5. Mencari Berita yang Sesuai dengan Nilai dan Identitas Mereka
Generasi Z lebih tertarik pada berita yang relevan dengan nilai, kepentingan, dan identitas mereka. Mereka lebih aktif dalam mengonsumsi berita tentang:
- Isu lingkungan (climate change, sustainability).
- Keberagaman dan hak asasi manusia.
- Gerakan sosial dan politik (misalnya #MeToo, #BlackLivesMatter, atau isu Palestina).
- Teknologi dan tren digital.
Karena itu, mereka lebih cenderung mengikuti media atau akun yang membahas isu-isu ini secara konsisten.
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Pola Konsumsi Berita Generasi Z
1. Kemajuan Teknologi Digital
Akses internet yang semakin luas dan kehadiran smartphone memungkinkan Generasi Z untuk mendapatkan berita kapan saja dan di mana saja. Teknologi AI dan algoritma media sosial juga memainkan peran besar dalam menyajikan berita yang sesuai dengan minat mereka.
2. Perubahan Gaya Hidup dan Pola Konsumsi Konten
Generasi Z tumbuh di era on-demand content, di mana mereka bisa memilih konten yang ingin dikonsumsi kapan saja tanpa harus mengikuti jadwal siaran TV atau koran harian.
3. Ketidakpercayaan terhadap Media Tradisional
Banyak Generasi Z merasa bahwa media mainstream tidak selalu transparan dan cenderung memiliki bias politik atau kepentingan ekonomi tertentu. Ini membuat mereka mencari alternatif lain, seperti media independen dan jurnalisme warga.
4. Pengaruh Budaya Digital dan Sosial Media
Generasi Z lebih terpengaruh oleh budaya digital yang berbasis kecepatan, keterlibatan, dan viralitas. Jika suatu berita tidak menarik perhatian dalam beberapa detik, mereka akan langsung beralih ke konten lain.
Dampak dari Perubahan Pola Konsumsi Berita
Dampak Positif
- Akses berita lebih cepat dan luas – Informasi dapat diperoleh dalam hitungan detik dari berbagai sumber.
- Partisipasi publik meningkat – Generasi Z lebih aktif berdiskusi dan menyebarkan berita yang mereka anggap penting.
- Kesadaran sosial lebih tinggi – Isu-isu global lebih mudah diketahui dan diperjuangkan.
Dampak Negatif
- Risiko hoaks dan misinformasi – Informasi yang belum diverifikasi bisa menyebar dengan cepat.
- Polarisasi opini dan filter bubble – Algoritma media sosial sering hanya menampilkan berita yang sesuai dengan preferensi pengguna, membuat mereka kurang terpapar pandangan lain.
- Rentang perhatian yang lebih pendek – Karena terbiasa dengan konten singkat, Generasi Z sering kehilangan minat dalam berita yang membutuhkan analisis mendalam.
Kesimpulan
Generasi Z telah mengubah cara berita dikonsumsi dengan beralih dari media tradisional ke platform digital, media sosial, dan konten berbasis video. Mereka lebih menyukai berita yang cepat, interaktif, dan sesuai dengan nilai yang mereka anut.
Meskipun perubahan ini membawa banyak manfaat, seperti akses informasi yang lebih luas dan kesadaran sosial yang lebih tinggi, ada juga tantangan seperti hoaks, polarisasi opini, dan menurunnya minat terhadap berita mendalam.
Baca Juga : Tantangan Privasi Data di Era Media Sosial yang Terbuka
Untuk menghadapi tantangan ini, penting bagi Generasi Z untuk tetap kritis dalam memilah informasi, mengecek sumber berita, dan tidak hanya bergantung pada satu platform. Dengan pendekatan yang bijak, mereka dapat memanfaatkan teknologi digital untuk tetap mendapatkan berita yang akurat dan berkualitas.

Kemajuan TikTok untuk Kedepannya: Apa yang Bisa Diharapkan?
TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial paling populer di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif bulanan pada tahun 2025, TikTok terus berinovasi untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin dalam industri hiburan digital. Platform ini tidak hanya dikenal dengan video pendek yang menghibur, tetapi juga sebagai ruang kreatif yang https://www.slot-raja.com/ membawa perubahan dalam cara orang berinteraksi, berbelanja, dan belajar.
Namun, kemajuan TikTok tidak berhenti di sini. Di masa depan, TikTok kemungkinan akan menghadirkan beberapa fitur dan tren baru yang akan memengaruhi kehidupan digital kita. Berikut adalah beberapa prediksi tentang bagaimana TikTok akan berkembang di masa depan.
BACA JUGA DISINI: Media Sosial, Dampak Terhadap Komunikasi dan Emosi Generasi Muda
1. Penggunaan AI dan Augmented Reality (AR)
Seiring dengan perkembangan teknologi, TikTok diprediksi akan semakin mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dan realitas tertambah (AR) untuk memperkaya pengalaman pengguna. TikTok telah mulai menguji berbagai fitur berbasis AR, seperti filter wajah dan efek visual yang interaktif. Namun, ke depannya, TikTok berpotensi mengembangkan teknologi AR yang lebih canggih, memungkinkan pengguna untuk menciptakan pengalaman video yang lebih imersif.
Selain itu, teknologi AI akan semakin diterapkan untuk memberikan rekomendasi konten yang lebih personal dan akurat. TikTok mungkin akan menggunakan AI untuk menganalisis preferensi pengguna dengan lebih mendalam, menciptakan pengalaman yang lebih disesuaikan dan menyenangkan.
Apa yang Bisa Diharapkan?
- Fitur AR yang lebih realistis untuk interaksi pengguna dalam video.
- Algoritma AI yang lebih pintar dalam memprediksi jenis konten yang disukai pengguna.
- Kemungkinan konten berbasis AR yang lebih interaktif, seperti penggunaan avatar digital atau latar belakang virtual yang dinamis.
2. Peningkatan eCommerce di TikTok
TikTok telah mulai mengeksplorasi dunia eCommerce dengan memperkenalkan fitur TikTok Shop, yang memungkinkan pengguna untuk membeli produk langsung dari video yang mereka tonton. Seiring dengan meningkatnya minat konsumen terhadap belanja langsung melalui platform sosial, TikTok diprediksi akan semakin mengintegrasikan fitur belanja dalam aplikasinya.
Selain itu, TikTok kemungkinan akan memperkenalkan lebih banyak alat bagi influencer dan bisnis untuk mempromosikan produk secara langsung dalam video mereka, seperti fitur live shopping yang memungkinkan pengguna untuk membeli produk secara real-time selama siaran langsung.
Apa yang Bisa Diharapkan?
- Peningkatan interaksi antara pengguna, influencer, dan merek melalui live shopping dan fitur belanja baru.
- Integrasi yang lebih kuat dengan platform eCommerce seperti Shopify atau Amazon.
- Meningkatnya tren belanja sosial yang memungkinkan pengguna untuk menemukan produk dan membeli langsung tanpa meninggalkan aplikasi.
3. TikTok Sebagai Platform Pembelajaran
TikTok telah terbukti menjadi lebih dari sekadar tempat hiburan, karena semakin banyak pengguna yang memanfaatkan platform ini untuk berbagi pengetahuan. Berbagai akun edukatif di TikTok memberikan tips tentang keuangan, memasak, sains, hingga keterampilan teknis.
Kedepannya, TikTok berpotensi berkembang menjadi platform pembelajaran yang lebih serius. TikTok bisa memperkenalkan fitur-fitur yang mendukung proses belajar secara lebih mendalam, seperti kursus online, sertifikasi, atau tutorial interaktif yang dapat menghubungkan pengajar dan pelajar secara langsung.
Apa yang Bisa Diharapkan?
- Penyediaan konten pendidikan yang lebih terstruktur dan bermanfaat.
- Kolaborasi dengan universitas atau lembaga pendidikan untuk memberikan pelatihan atau kursus di dalam aplikasi.
- Penyempurnaan algoritma untuk menunjukkan konten edukatif yang lebih relevan kepada pengguna berdasarkan minat mereka.
4. TikTok sebagai Ruang Kreativitas untuk Semua Kalangan
TikTok tidak hanya digunakan oleh generasi muda, tetapi juga oleh berbagai kalangan, termasuk orang dewasa dan lansia. Untuk itu, TikTok kemungkinan akan meluncurkan fitur-fitur baru yang lebih inklusif dan ramah pengguna, memungkinkan lebih banyak orang untuk mengekspresikan kreativitas mereka dengan mudah.
Fitur seperti video berdurasi lebih panjang, editor video yang lebih canggih, dan aksesibilitas yang lebih baik akan semakin mendukung mereka yang ingin membuat konten lebih berkualitas tanpa memerlukan keterampilan teknis yang tinggi.
Apa yang Bisa Diharapkan?
- Peningkatan durasi video dan alat pengeditan yang lebih mudah digunakan.
- Fitur aksesibilitas, seperti subtitle otomatis dan suara pembaca, untuk menjangkau audiens yang lebih luas.
- Pelatihan atau tutorial untuk membantu pengguna baru memahami cara membuat konten yang lebih kreatif.
5. Integrasi dengan Metaverse
Dengan kemajuan teknologi metaverse, TikTok kemungkinan akan semakin terhubung dengan dunia virtual. TikTok dapat memanfaatkan teknologi VR (Virtual Reality) dan AR untuk membawa pengalaman video menjadi lebih imersif. Pengguna bisa berinteraksi dengan dunia digital dalam cara yang belum pernah dilakukan sebelumnya, menjelajahi ruang virtual yang diciptakan oleh pengguna TikTok lainnya.
Apa yang Bisa Diharapkan?
- TikTok dapat menyediakan ruang virtual untuk konser, acara live, atau galeri seni yang dapat diakses oleh pengguna di seluruh dunia.
- Integrasi dengan perangkat VR dan AR yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi secara langsung dalam ruang virtual.
- Pengembangan avatar digital yang memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dalam dunia TikTok virtual.

Media Sosial, Dampak Terhadap Komunikasi dan Emosi Generasi Muda
Perkembangan teknologi digital tentu membawa perubahan dalam masyarakat, terlebih dengan hadirnya media sosial. Hingga Januari 2023, jumlah pengguna media sosial di Indonesia tercatat mencapai 167 juta orang. Jumlah ini setara 78 persen dari jumah total pengguna internet di Indonesia yang mencapai 212,9 juta.
Hal tersebut membuktikan bahwa media sosial merupakan platform yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Adapun media sosial yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia adalah WhatsApp, Instagram, Facebook,TikTok, Telegram, Twitter, hingga Facebook Messenger.
Data ini sejalan dengan hasil survei yang di lakukan Super Radio kepada 55 responden di braxtonatlakenorman.com kawasan Surabaya, Sidoarjo dan Gresik dengan rentang usia 17 – 25 tahun pada 20-24 Juni 2023. Rerata dari mereka menggunakan media sosial Instagram, WhatsApp, TikTok, Twitter, hingga Facebook.
Dari survei tersebut, sebanyak 49,1 persen responden menghabiskan lebih dari 4 jam dalam sehari untuk berselancar di dunia maya. Lalu 23,6 persen responden menghabiskan 1-2 jam per hari menggunakan media sosial, serta 20 persen responden menghabiskan 3-4 jam per hari untuk bermedia sosial, dan 7,3 persen responden menggunakan media sosial dengan durasi kurang dari satu jam per hari.
Adapun tujuan mereka menggunakan media sosial diantaranya untuk mencari informasi terkini, mencari hiburan dan inspirasi, serta tetap terhubung dengan rekan yang jauh dari jangkauan dan menambah teman baru, hingga mengisi waktu luang.
Menariknya, berdasarkan hasil survei menunjukkan, sebanyak 46 persen responden, rileks setelah menggunakan media sosial, sementara 39 persen diantaranya justru merasa sensitif dan sisanya tidak merasakan emosi apapun.
Adapun salah satu emosi sensitif yang dirasakan responden adalah tersinggung dengan postingan orang lain. Dimana sebanyak 20 responden merasa sering tersinggung dengan postingan orang lain, lalu 9,1 persen merasa sangat sering tersinggung, 36,4 persen mengaku jarang tersinggung, dan 34,5 persen tidak pernah tersinggung.
Baca Juga : 9 Fakta Yang Jarang Diketehui Oleh Orang Tentang Facebook
“Postingan yang membuat saya tersinggung misalnya status WhatsApp orang dikenal berupa kata-kata yang seolah-olah mengomentari atau sedang ngomongin saya. Kalau update di medsos lain seperti Instagram atau Facebook jangkauannya lebih luas jadi kurang merasa tersinggung. Sementara kalau WhatsApp lebih privat dan sebagain besar emang bener-benar kenal,” ujar Shel, salah satu responden.
“Postingan yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi. Contohnya, pada saat itu orang tersebut sedang berselisih dengan kita karena permasalahan waktu. Kemudian orang tersebut tidak lama memposting sebuah postingan yang menyinggung soal waktu,” kata AO (inisial responden).
Postingan lain yang membuat responden merasa tersinggung diantaranya adalah body shamming, ujaran kebencian terhadap seseorang, postingan yang bersifat defensif dengan kata-kata kasar, adanya unsur rasis dan diskriminatif. Termasuk konten flexing atau pamer kekayaan, hingga postingan kesuksesan yang belum bisa digapai responden.
“Salah satu postingan yang membuat saya mengalami emosi negatif adalah pamer dengan menyinggung,” kata Anggita.
Dari hal tersebut, sebanyak 37 persen responden mengaku emosi negatif seperti tersinggung setelah menggunakan media sosial memengaruhi relasi di kehidupan nyatanya. Kemudian 15 persen merasa tidak terlalu berpengaruh dengan kehidupan nyatanya dan 48 persen mengaku tidak berpengaruh pada kehidupan sehari-harinya.
Sebanyak 76 persen responden berpendapat bahwa lingkungan eksternal diri dapat memengaruhi emosinya. Lalu 13 persen menganggap tidak berpengaruh dan 11 persen sisanya merasa biasa saja.